HARI KEMENANGAN SEJATI- halal bihalal
Kumpulan kultum romadhon UIN Yogyakarta
HARI KEMENANGAN SEJATI
Ahmad Izudin
|
Inilah refleksi yang patut kita renungkan bersama.
Mari kita tengok istilah idul fitri sebagai makna kemengangan hakiki. Arti fitri adalah kembali ke semula, sebagaimana manusia lahir di muka bumi dalam keadaan
bersih
dan suci—makna lebaran idul fitri. Dari makna ini, sedikitnya para ulama
menetapkan beberapa indikator keberhasilan yang menjadi ukuran bagi yang
menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan. Setidaknya mengkrucut
menjadi dua hal, yaitu kesalehan secara individu maupun sosialnya
semakin meningkat. Kesalehan secara individu dapat kita lihat pada aspek ritual
ibadah yang dijalankan. Kualitas ibadah yang dilaksanakan terus meningkat—sebagai
makna hubungan Allah dengan manusia (hablum
minallah). Sementara itu, kesalehan sosial dapat kita lihat pada aspek
kepekaan atas musibah yang diderita sesama manusia. Hatinya senantiasa terketuk untuk berempati
dan peka pada penderitaan
serta musibah saudara se-iman nun jauh di sana—sebagai makna hubungan manusia
dengan sesamanya (habul minannas).
Dua kesalehan di atas, menegaskan kepada kita, bahwa bila refleksi diri sesuai dengan tuntunan tersebut, maka beruntunglah orang jenis seperti ini. Tak dapat dihindarkan, niscaya Allah Swt memberikan lautan ampunan bagi hamba- Nya. Untuk itu, guna menyambut hari yang fitri, setidaknya ada beberapa anjuran yang patut kiranya dijalankan secara seksama oleh kita semua. Anjuran ini sebagaimana firman Allah Swt, seperti dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah (2: 185), berikut ini:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (hari terakhir Ramadhan 30 hari) dan hendaklah
kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Dari
ayat di atas, jelas bahwa kita harus menghitung hari sesuai dengan kaidah penghitungan kalender Islam dalam menatap idul
fitri—sebagai hari kemenangan sejati. Bila kita mampu menjalankan titah
al-Qur’an ini, hendaklah dengan segera mengamalkan beberapa tuntunan selama
menyambut hari fitri
yang akan dilaksanakan, yaitu ikhlas sesuai
tuntutan Allah dan Nabi Muhammad SAW. Daripada itu, demi kesempurnaan ibadah puasa, sambutlah tuntunan tatkala melaksanakan solat idul fitri, antara lain:
Pertama, mandilah sebelum ‘Ied. Disunnahkan bersuci dengan mandi untuk hari raya karena hari itu adalah tempat berkumpulnya manusia untuk sholat. Namun, apabila hanya berwudhu saja, itu pun sah. Seperti dalam hadist Nabi yang di Riwayatkan oleh Malik:
“Dari Nafi’, bahwasanya Ibnu Umar mandi pada saat Idul fitri sebelum pergi ke tanah lapang untuk sholat.” Berkata pula Imam Sa’id bin Al Musayyib, “Hal-hal yang disunnahkan saat Idul Fitri (di antaranya) ada tiga: Berjalan menuju tanah lapang, makan sebelum sholat ‘Ied, dan mandi.”
Kedua, makan di Hari Raya. Disunnahkan makan saat Idul Fitri sebelum melaksanakan sholat hingga kembali dari sholat. Hal ini berdasarkan hadits dari Buroidah, bahwa beliau berkata:
“Rosululloh dahulu tidak keluar (berangkat) pada saat Idul Fitri sampai beliau makan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah). Imam Al Muhallab menjelaskan bahwa: “hikmah makan sebelum sholat saat Idul Fitri adalah agar tidak ada sangkaan bahwa masih ada kewajiban puasa sampai dilaksanakannya sholat Idul Fitri. Seakan-akan Rasulullah mencegah persangkaan ini.” (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).
Ketiga, memperindah (berhias) diri
pada Hari Raya. Dalam suatu hadits, dijelaskan bahwa Umar pernah menawarkan
jubah sutra kepada Rasulullah agar dipakai untuk berhias dengan baju tersebut
di hari raya dan untuk menemui utusan
(HR. Bukhori dan Muslim). Rasulullah tidak mengingkari apa yang ada dalam persepsi Umar, yaitu bahwa saat
hari raya dianjurkan berhias dengan pakaian terbaik. Hal ini menunjukkan tentang
sunnahnya hal tersebut. Perlu diingat, anjuran berhias
saat hari raya ini tidak menjadikan
seseorang melanggar yang diharamkan oleh Allah, di antaranya larangan memakai pakaian
sutra bagi laki-laki, emas bagi laki-laki, dan minyak wangi
bagi kaum wanita.
Keempat, berbeda Jalan antara Pergi ke Tanah Lapang dan se-Pulang darinya. Disunnahkan mengambil jalan yang berbeda tatkala berangkat dan pulang, berdasarkan hadits dari Jabir, beliau berkata, “Rasulullah membedakan jalan (saat berangkat dan pulang) saat Idul Fitri.” (HR. Al Bukhori). Hikmahnya sangat banyak sekali di antaranya, agar dapat memberi salam pada orang yang ditemui di jalan, dapat membantu memenuhi kebutuhan orang yang ditemui di jalan, dan agar syiar-syiar Islam tampak di masyarakat.
Dari beberapa anjuran pada saat Idul Fitri, pun demikian juga diperbolehkan untuk saling mengucapkan selamat dengan menyeru “taqobbalalloohu minnaa wa minkum” (Semoga Allah menerima amal kita dan amal kalian) atau “a’aadahulloohu ‘alainaa wa ‘alaika bil khoiroot war rohmah” (Semoga Allah membalasnya bagi kita dan kalian dengan kebaikan dan rahmat). Ucapan dan ekspresi ini dilakukan tatkala kita bersilaturahmi dengan sesama manusia, karena lautan kesalahan yang tak dapat terduga bahkan terkadang lupa yang sudah dilakukan—kerabat, sahabat,
teman
pekerjaan, keluarga, dan lain sebagainya. Karena itu, untuk meraih kemenangan sejati, patut kiranya
kita saling bermaafan dengan
sanak famili dan lainnya agar meraih ampunan
Ilahi.
0 Response to "HARI KEMENANGAN SEJATI- halal bihalal"
Posting Komentar